“Aku masih penasaran Madakaripura. Hehe.”
Begitu ucap Wulan melalui whatsapp. Baru juga saya menghempaskan badan di kasur setelah perjalanan hari jumat (9/5) yang melelahkan dari togamas – blossom – MOG – kampus – kosan. FYI, saya sebelumnya menghabiskan 2 minggu di luar Malang. 1 minggu di rumah untuk ngurusin STNK yang ilang, dan 1 minggu di Banyuwangi untuk keperluan survey. Sama halnya dengan Wulan, saya juga penasaran dengan air terjun yang bernama Madakaripura tersebut. Keesokan harinya (10/5), berbekal rasa penasaran terhadap indahnya Madakaripura, saya, Wulan dan Vira akhirnya nekat ke Probolinggo meski badan masih pegel-pegel. Meluncurlah kami bertiga bersama si Jazzy milik Vira. Cuman untuk mengunjungi air terjun yang katanya cantik itu.
Air Terjun Madakaripura berada 620 meter di atas permukaan laut di Kawasan Tengger (Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo), tidak jauh dari lokasi Gunung Bromo. Kami bertiga meninggalkan Malang pukul 07.00 WIB. 1 jam lebih molor dari waktu yang sudah kami sepakati sebelumnya, many things happened that morning. Tapi tidak menyurutkan langkah kami untuk pergi. Meski badan saya waktu itu juga sangat capek ya. Tapi perjalanan terasa amat sangat menyenangkan. Apalagi kami bertiga sempat sarapan rawon di Rawon Nguling Probolinggo.
Sarapan kami cukup sederhana, 3 porsi rawon + 3 tempe + 2 krupuk + 1 plastik tahu + 1 plastik pisang goreng + 3 air mineral dalam botol. :)) what a big portion. Iya, kami memang sedang lapar. Sekitar pukul 10.30 WIB kami sampai di lokasi. Untuk masuk ke lokasi kita hanya uang masuk sebesar Rp. 3.000 per orang (belum termasuk parkir kendaraan). Setelah memarkir mobil, saya dan kawan-kawan segera bersiap untuk melakukan petualangan. Tapi perjalanan kami bertiga menuju air terjun tidaklah sendirian, ada seorang guide yang menemani kami. Jasa yang disediakan guide ini tidak gratis loh teman-teman, kita diharapkan membayar jasa si bapak dengan jumlah uang tertentu. Nah untuk berapa besarnya sih tergantung hasil tawar menawar. Kemarin kami bertiga diperbolehkan membayar si Bapak ini sejumlah Rp. 30.000 saja. Cukup terjangkau lah untung kantong anak kosan masa kini. #eh
Track menuju lokasi air terjun tidaklah jauh. Kira-kira bisa ditempuh dengan berjalan kaki sejauh 800 meter dengan kondisi jalan yang sebagian berupa perkerasan plester dan bebatuan. Sempat berkali-kali menyebrang sungai. Tak jarang pula kami meminta si Bapak Guide untuk mengambilkan foto narsis kami bertiga selama perjalanan.
Mengutip dari situs Kak CumiLebay, Madakaripura ini berasal dari kata Mada Kari Pura yang punya makna sebagai “Tempat Tinggal Terakhir”. Warga di sana percaya bahwa konon si Patih Gajah Mada menghabiskan akhir hidupnya di sini. Madakaripura dipilih oleh Gajah Mada sebagai tempat bertapa karena keyakinan bahwa ini bukan tempat sembarangan. Dan terbukti, Gajah Mada memperoleh kesaktian & kepercayaan untuk mempersatukan tanah nusantara. Dan Gajah Mada juga menghabiskan sisa usia nya dan akhir nya muksa (meninggalkan dunia beserta raganya) menuju nirwana juga di Madakaripura.
Nah, setelah tracking yang cukup melelahkan.. kita akan disuguhi sebuah keindahan yang tiada duanya. Sebuah mata air tumpah yang membasahi bumi. Oke, sounds cheesy but.. whatever.
Bagi saya pribadi, Madakaripura bukanlah sebuah air terjun. Entah mengapa, saya terdiam sejenak. Menikmati tetesan air terjun yang menerpa wajah. Rasanya damai. Saya tak lagi merasakan hiruk pikuknya masalah duniawi. Saya hanya ingin memejamkan mata dan tersenyum. Secercah bahagia di hari yang cerah. Mungkin rasanya seperti itu, selayaknya merasakan indahnya fatamorgana di gurun pasir yang gersang. But hey, ini nyata. Bukan ilusi semata.
sumber foto: http://www.canuckabroad.com/places/wp-content/uploads/2013/09/6418119449_d7ac33d0d0_z.jpg
untuk foto di atas sengaja saya ambil dari blog orang, soalnya pas saya ke sana kemaren airnya kecoklatan dan kotor. Inilah yang saya tidak sukai ketika mengunjungi wisata alam di Indonesia. Tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sangatlah minim. Tapi pada akhirnya, saya senang dan bahagia. Ada yang bilang, bahagia bisa diciptakan dari hal-hal yang sederhana. Tapi ketika bahagia tercipta atas sebuah kerja keras dan pengorbanan yang berat tentu rasanya akan lebih manis. I ever read somewhere, “berlelah-lelah. manisnya hidup akan terasa setelah lelah berjuang.” Dan perjuangan saya ke Madakaripura dibayar LUNAS. Tak ada yang bisa mengungkapkan betapa bersyukurnya saya memiliki kesempatan untuk mengunjungi salah satu ciptaanNya yang begitu mempesona. :’)
with love,
i.